Selasa, 20 November 2018

Makalah Fiqh Jinayah


JARIMAH QISHOS DAN DIYAT
FIQH JINAYAH

DOSEN PENGAMPU: SULHANI, S.Sy.,M.H


 


DISUSUN OLEH KELOMPOK III
                          SUCI SRI WAHYUNI                     : 101170115
                          TRI RAHAYU NOPRIYANI          : 101170113
                          WAHYU AL-THORIQ                    : 101170118

PRODI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SYAIFUDDIN
JAMBI
2018



KATA PENGANTAR


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Swt. yang telah memberikan kesempatan kepada pemakalah untuk menyusun makalah ini. Solawat beriring salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Saw. yang telah memberikan wawasan yang luas tentang pentingnya menuntut ilmu.
Makalah yang berjudul “Jarimah Qishas dan Diyat” ini kami buat dengan tujuan agar mahasiswa bisa memahami sumber dasar dari fiqh jinayah dan dapat menjelaskan kembali pembahasan yang telah pemakalah sediakan. Sehingga mahasiswa benar-benar memahami apa yang pemakalah susun pada poin-poin di dalam makalah tersebut.
Akhir kalimat, kami ucapkan terimakasih kepada dosen pengampu dan para mahasiswa. Semoga makalah yang kami sajikan ini bisa bermanfaat dan dapat diamalkan.

Jambi, 10 April 2018
Pemakalah


BAB I PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Islam sebagai agama yang mengatur segala aspek bagi kehidupan manusia pastinya memiliki sebuah dasar yang paling penting yaitu keadilan. Ini terbukti dengan adanya firman Allah SWT yang berarti “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Dalam hal ini, segala jenis kejahatan memang diharapkan pupus di dalam dunia ini. Akan tetapi, terbukti dari mulai awal kehidupan makhluk bernama manusia wujud kejahatan tetap ada dan tidak pernah luput di atas bumi. Kejahatan tersebut berupa pembunuhan, penderaan, dan lain-lain.
Oleh karena itu, ketika Islam turun, ia sudah mensiapkan paket-paket hukum dan hukuman bagi pelaku kejahatan-kejahatan ini. Walaupun kenyataan kejahatan ini tidak bisa 100% hilang di muka bumi, minimal pengaturan hukum Islam bertujuan menurunkan kadar statistik kejahatan yang melanda di negara Islam. Dalam hal ini, hukuman kejahatan tersebut dikategorikan dengan nama kisas dan diyat.

B.    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, fokus masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1.    Pengertian kisas dan diyat.
2.    Macam-macam kisas dan diyat.
3.    Sanksi kisas dan diyat.
4.    Pembuktian kisas dan diyat.

C.  Tujuan

Mahasiswa dapat memahami apa yang dimaksud dengan qishos dan diyat. Serta menjelaskan kembali maksud dari penjelasan makalah ini.

BAB II PEMBAHASAN

A.  Qishash

a.  Pengertian Jarimah Qishash

Secara etimologis قصاص dari kata Qashoshon- Yaqushu- Qoshan yang berarti تتبعته (mengikuti), menelusuri jejak atau langkah (تتبع الأثر ) seperti قصصت الأثر berarti: “aku mengikuti jejaknya”. Hal ini sebagaimana firman Allah:
Artinya : Musa berkata, “Itulah (tempat) yang kita cari.” Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (QS. Al- Kahfi (18) : 64)
Adapun arti qishash secara terminologi yang dikemukakan oleh Al- Jurnani adalah yang mengenakan sebuah tindakan (sanki hukum) kepada pelaku persis seperti tindakan yang dilakukan oleh pelaku tersebut (terhadap korban). [1]Sementara itu dalam Al- Mu’jam Al- Wasit, qishash diartikan dengan menjatuhkan sanki hukum kepada pelaku tindak pidana sama persis dengan tindak pidana yang dilakukan, nyawa dengan nyawa dan anggota tubuh dibalas dengan anggota tubuh.[2] Dengan demikian, nyawa pelaku pembunuhan dapat dihilangkan karena ia pernah menghilangkan nyawa korban atau pelaku penganiyaan boleh dianiaya karena ia pernah menganiaaya korban.

b.  Dasar Hukum Qishash

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih”. (Q.s. Al Baqarah (2) : 178)

c.    Macam-macam Qishash

Dalam fiqih jinayah, sanksi qishash ada dua macam, yaitu sebagai berikut :
1.    Qishash karena melakukan jarimah pembunuhan
2.    Qishash karena melakukan jarimah penganiyaan
Maksud dari macam-macam qishash adalah jenis-jenis dari kejahatan yang dihukum dengan cara qishash. Syaikh ‘Abdul Qadir ‘Awdah menjelaskan secara global ada 5 jenis kejahatan yang masuk di dalam akibat hukum qishash, yaitu :
1.    Pembunuhan sengaja (القتل العمد)
2.    Pembunuhan seperti sengaja (القتل شبه العمد)
3.    Pembunuhan tersalah ( القتل الخطأ )
4.    Pencederaan sengaja (الجرح العمد)
5.    Pencederaan tersalah ( الجرح الخطأ ).[3]
Sanksi hukum qishash yang diberlakukan terhadap pelaku pembunuhan sengaja (terencana) terdapat dalam firman Allah berikut :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى
Artinya : Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh. (QS. Al- Baqarah (2): 178)
Ayat ini berisi tentang hukuman qishash bagi pembunuh yang melakukan kejahatannya secara sengaja dan pihak keluarga korban tidak memaafkan pelaku. Kalau keluarga korban tidak memaafkan pelaku, maka sanksi qishash tidak berlaku dan beralih menjadi hukuman diyat.[4] Dengan demikian, tidak setiap pelaku tindak pidana pembunuhan pasti diancam sanki qishash. Segala sesuatunya harus diteliti secara mendalam mengenai motivasi, cara, faktor pendorong, dan teknis ketika melakukan jarimah pembunuhan ini.
Ulama fiqh membedakan jarimah pembunuhan menjadi tiga katagori, yaitu sebagai berikut:
1.    Pembunuhan Sengaja
2.    Pembunuhan semi sengaja
3.    Pembunuhan tersalah. [5]
Ketiga macam pembunuhan di atas disepakati oleh jumhur ulama, kecuali Imam Malik. Mengenal hal ini, Abdul Qadir Audah mengatakan, perbedaan pendapat yang mendasar bahwa Imam Malik tidak mengenal jenis pembunuhan semi sengaja, karena menurutnya di dalam Al-quran hanya ada jenis pembunuhan sengaja dan tersalah. Barang siapa menambah satu macam lagi, berarti ia menambah ketentuan nash.[6] Dari tiga jenis tindak pidana pembunuhan tersebut, sanksi hukuman qishash hanya berlaku pada pembunuhan jenis pertama, yaitu jenis pembunuhan sengaja. Nash yang mewajibkan hukuman qishsh ini tidak hanya berdasarkan Alquran, tetapi juga hadis Nabi dan tindakan para sahabat.
Pernyataan diatas mewajibkan hukuman qishash terhadap pelaku jarimah pembunuhan secara sengaja. Adapun dua jenis pembunuhan lainnya, sanksi hukumannya berupa diyat. Demikian juga pembunuhan sengaja yang dimaafkan oleh pihak keluarga korban, sanksi hukumannya berupa diyat.[7]
Adapun sebuah jarimah dikatagorikan sengaja, diantaranya dijelaskan oleh Abu Ya’la sebagai berikut.
1.    Jika pelaku sengaja membubuh jiwa dengan benda tajam, seperti besi, atau sesuatu yang dapat melukai daging, seperti melukainya dengan besi atau dengan benda keras yang biasanya dapat dipakai membunuh itu disebut sebagai pembunuhan sengaja yang pelakunya harus di qishash.
2.   Jika pelaku tidak sengaja membunuh tetapi ia sekedar bermaksud menganiaya, maka tindakannya tidak termasuk pembunuhan sengaja, walaupun tindakannya itu mengakibatkan kematian korban. Dalam kondisi demikian, pembunuhan itu termasuk kedalam katagori pembunuhan sengaja sebagaimana dikemukakan oleh ulam fiqh.

d.  Penerapan Hukuman Qishash

a)  Bagi pembunuhan sengaja (القتل العمد) maka sanksinya ada 3 yaitu :
1.    Hukuman Pokok (al-‘uqubat al-ashliyah )
2.    Hukuman Pengganti (al-‘uqubat al-badaliyah)
3.    Hukuman Tambahan (al-‘uqubat al-thaba’iyah)
Secara global pembunuh dengan sengaja wajib terkena 3 perkara :
1.    Dosa besar.
2.    Diqishash karena ada ayat qishash.
3.    Terhalang menerima warisan karena ada hadis “orang yang membunuh tidak mendapat waris apapun”.[8]
Hukuman pokok (uqubat ashliyah) untuk pembunuhan sengaja adalah Qishash. Qishash di sini adalah hukum bunuh. Ketika mustahiq al-qishâsh memaafkan dengan tanpa meminta diyat, maka menurut mazhab Hanafi, Maliki, dan Syafi’I dalam sebuah pendapat ; maka tidak wajib bagi pembunuh tadi membayar diyat secara paksa. Hanya saja baginya ia boleh memberinya sebagai gantian dari pemaafan dari mustahiq al-qishâsh tadi. Secara hukum si mustahiq al-qishâsh berhak untuk memaafkan secara gratis tanpa ada tuntutan diyat.[9]
Mustahiq al-qishâsh juga berhak untuk memberi kemaafan dengan tuntutan diyat, banyak dan sedikitnya sesuai dengan kesepakatan pembunuh. Diyat di sini dianggap sebagai gantian dari Qishash. Dalam hal ini, hakim tidak boleh menetapkan hukuman pokok dengan gantiannya secara bersamaan bagi sebuah pekerjaan. Dalam arti, ia tidak boleh diqishash dan sekaligus membayar diyat.[10]

e.   Hapusnya Hukuman Qishash

Hukuman qishash dapat dihapus karena hal-hal berikut :
1.    Hilangnya tempat/bagian yang diqishash.
2.    Permaafan / adanya permohonan maaf.
3.    Perdamaian.
4.    Diwariskan hak qishash.[11]
Yang dimaksud dengan hilangnya tempat yang diqishash adalah hilangnya anggota badan atau jiwa orang yang akan diqishash sebelum dilaksanakan hukuman qishash. Para ulama berbeda pendapat dalam hal hilangnya tempat utnuk diqishash itu mewajibkan diyat. Imam Malik dan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa hilangnya anggota badan atau jiwa yang akan diqishash itu menyebabkan hapusnya diyat, karena bila qishash itu tidak meninggal dan tidak hilang anggota badan yang akan diqishash itu, maka yang wajib hanya qishash bukan diyat.[12]
Sedang menurut Imam Syafi’i dan Imam Ahmad dalam kasus diatas qishash dan segala aspeknya menjadi hapus, akan tetapi menjadi wajib diyat, karena qishash dan diyat itu kedua-duanya wajib, bila salah satunya tidak dapt dilaksanakan maka diganti dengan hukuman lainnya.[21] Sehubungan dengan dengan pemaafan para ulama sepakat tentang pemaafan qishash, bahkan lebih utama daripada menuntunya. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT :
Artinya : “barang siapa mendapat dari saudara-saudaranya...(QS.Al Baqarah (2) : 178)
Yang dimaksud pemaafan menurut imam syafi’i dan imam ahmad adalah memaafkan qishash atau diyat tanpa imbalan apa-apa. Sedang menurut imam malik dan imam abu hanifah terhadap diyat itu bisa dilaksanakan bila ada kerelaan pelaku/terhukum. Jadi menurut kedua ulama terakhir ini pemaafan adalah pemaafan qishash tanpa imbalan apa-apa. Adapun memaafkan diyat itu, bukan pemaafan, melainkan perdamaian. Orang yang berhak memaafkan qishash adalah orang yang berhak menuntunya.[13]

B.   Diyat

a.    Pengertian Diyat

Diyat adalah sejumlah harta yang dibebankan kepada pelaku, karena terjadi tindak pidana (pembunuhan atau penganiayaan) dan diberikan kepada korban atau walinya. Dalam definisi lain disebutkan bahwa diat adalah denda / suatu harta yang wajib di berikan pada ahli waris dengan sebab melukai jiwa atau anggota badan yang lain pada diri manusia.[14] Dari definisi diatas jelaslah bahwa diat merupakan uqubah maliyah (hukuman yang bersifat harta), yang diserahkan kepada korban atau kepada wali (keluarganya) apabila ia sudah meninggal, bukan kepada pemerintahan.

b.    Macam-macam Diyat

Diyat terbagi kedalam dua macam, yaitu :
1.    Diyat Mughaladhah.
2.    Diyat Mukhafafah.
Diat Mughaladhah adalah denda disebabkan karena membunuh seorang yang merdeka islam secara sengaja (‘amdin). dan Diat Mukhafafah yaitu denda disebabkan karena pembunuhan seseorang islam tanpa disengaja (syibhul ‘amdin).[15]
Perbedaan mendasar antara diyat ringan dan diyat berat terletak pada jenis dan umur unta. Dari segi jumlah unta, antara diyat ringan dan diyat berat sama-sama berjumlah 100 ekor. Akan tetapi, kalau diyat ringan hanya terdiri dari 20 ekor unta umur 0-1 tahun, 20 ekor yang lain umur 1-2 tahun, 20 ekor yang lain 2-3 tahun, 20 ekor yang lain umur 3-4 tahun, dan 20 ekor yang lain berumur 4-5 tahun. Sedangkat diyat berat terdiri dari tiga katagori terakhir diatas ditambah 40 ekor unta yang disebut dengan khalifah, yaitu unta yang sedang mengandung atau bunting. Kasus aktual tentang uang diyat ini terkait kasus Darsem (tahun 2011), seorang TKW asal Subang, Jawa Barat yang dituntut membayar diyat sebesar 4,7 miliar rupiah. Sungguh besar apabila dibandingkan dengan harga 100 ekor unta, walaupun 40 ekor di antaranya berupa unta bunting.[16]

c.    Dasar Hukum Diat

Dasar hukum atau dalil disyariatkannya diyat, terdapat dalam firman Allah pada surat An Nisa ayat 92 yang berbunyi :
Artinya : “Barang siapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah.”
Menurut ayat ini, hukuman diat dikenakan kepada pelaku pembunuhan tersalah (qatlu al-khatha), namun disini kedudukannya sebagai hukuman pokok (al-‘uqubat ashliyah). Sabda Nabi SAW :
Artinya : “Dari Abu Bakar Ibnu Muhammad Ibnu Amar Ibnu Hazem, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam pernah mengirim surat kepada penduduk Yaman -dan dalam hadits itu disebutkan- "Bahwa barangsiapa yang secara nyata membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka ia harus dibunuh, kecuali ahli waris yang terbunuh rela; diyat (denda) membunuh jiwa ialah seratus unta; hidung yang dipotong habis ada diyatnya; dua buah mata ada diyatnya; lidah ada diyatnya; dua buah bibir ada diyatnya; kemaluan ada diyatnya; dua biji penis ada diyatnya; tulang belakang ada diyatnya; kaki sebelah diyatnya setengah; ubun-ubun diyatnya sepertiga; luka yang mendalam diyatnya sepertiga; pukulan yang menggeser tulang diyatnya lima belas unta; setiap jari-jari tangan dan kaki diyatnya sepuluh unta; gigi diyatnya lima unta; luka hingga tulangnya tampak diyatnya lima unta; laki-laki yang dibunuh karena membunuh seorang perempuan, bagi orang yang biasa menggunakan emas dapat membayar seribu dinar." Riwayat Abu Dawud dalam hadits-hadits mursal, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah, Ibnu al-Jarud, Ibnu Hibban, dan Ahmad. Mereka berselisih tentang shahih tidaknya hadits tersebut.”

d.    Hal-Hal Kejahatan Yang Dapat Berakibat Pada Munculnya Diyat

Hal kejahatan yang dapat dapat dikenakan sanksi diat, adalah :
1.    Pembunuhan terhadap muslim
2.    Penganiayaan terhadap muslim[17]
a)    Pembunuhan terhadap muslim
Pembunuhan ada tiga yaitu :
Pembunuhan yang benar-benar di sengaja. adapun diyat yang harus di tanggung bagi pelaku pidana jika ahli waris memaafkan yaitu :100 ekor unta yang berbeda dalam masing-masing dan hal tersebut dapat di kelompokan sebagai berikut :
Artinya: Abu Dawud dan Tirmidzi meriwayatkan dari jalan Amar dan Ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu 'anhu dalam hadits marfu': "Diriwayatkan 30 ekor hiqqah, 30 ekor jadz'ah, dan 40 ekor unta bunting yang diperutnya ada anaknya.
a)    30 ekor unta hiqqah(yang telah berumur 3 tahun)
b)   30 ekor unta jadza’ah(yang telah berumur 4 tahun)
c)    40 ekor unta khalifah(unta yang telah positif bunting) yang dinyatakan oleh ahli dan disaksikan oleh dua orang yang adil.[18]
Pembunuhan seperti di sengaja.adapun diyat bagi si pelaku pidana yaitu sama denganpembunuhan dengan sengaja,yaitu dangan 100 ekor unta dengan pengelompokan yang sama.[19]
Artinya: “Dari dia bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Diyat orang yang membunuh seperti disengaja itu berat, seperti diyat orang yang membunuh dengan sengaja, namun pembunuhnya tidak dibunuh. Yang demikian itu karena godaan syetan sehingga terjadi pertumpahan darah antara orang-orang tanpa rasa dengki dan tanpa membawa senjata." riwayat Daruquthni. [20]
Dan pembunuhan yang tidak di sengaja atau kekliruan(khata’) adapun diyatnya sebagai berikut. Artinya: Dari Ibnu Mas'ud bahwa Nabi Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Denda bagi yang membunuh karena kekeliruannya seperlima-seperlima dari 20 ekor hiqqah (unta yang memasuki tahun keempat), 20 ekor jadz'ah (unta yang memasuki tahun kelima), 20 ekor bintu labun (unta betina yang memasuki tahun ketiga), dan 20 ekor ibnu labun (unta jantan yang memasuki tahun ketiga). Riwayat Daruquthni. Imam Empat juga meriwayatkan hadits tersebut dengan lafadz: 20 ibnu makhodl menggantikan lafadz labun. Sanad hadits pertama lebih kuat. Ibnu Abu Syaibah meriwayatkan dari jalan lain secara mauquf. Ia lebih shahih daripada marfu'.


BAB III PENUTUP

A.  Kesimpulan

Setelah membahas secara mendalam, maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:  Pengertian kisas secara istilah adalah “diperlakukan pada yang melakukan jinayah seperti apa ia lakukan”, sedangkan pengertian diyat adalah “harta yang wajib disebabkan jinayah terhadap orang yang merdeka dari segi jiwa atau pada apa yang selainnya”.  Macam-macam kejahatan yang berakibat kisasdan diyat adalah pembunuhan sengaja (القتل العمد), pembunuhan yang menyamai sengaja (القتل شبه العمد), pembunuhan yang tidak sengaja (القتل الخطأ), pencederaan sengaja (الجرح العمد), pencederaan yang tidak sengaja (الجرح الخطأ).
Sanksi dari kejahatan tersebut adalah dengan dikisas bagi pembunuhan sengaja. Ketika dimaafkan maka gugurlah kisas dan wajib bayar diyat. Ketika direlakan diyat maka ia dimaafkan tapi bagi pemerintah boleh menghukum dengan ta`zîr. Alat bukti untuk penetapan perkara pidana ini ada 5 yaitu 1) pengakuan, 2) persaksian, 3) qarînah, 4) menarik diri dari bersumpah, 5) sumpah qasâmah.

B.  Saran

Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan banyak ilmu sehingga bisa mendapatkan manfaat. Pemakalah menyadari masih banyak terdapat kesalahan dalam makalah kami ini oleh karena itu pemakalah berharap agar makalah ini dapat menjadi lebih baik lagi.







DAFTAR PUSTAKA

Abu amar,Drs.h.imron.1983.terjemahan fat-hul qarib.kudus.menara kudus
Al ashqalani, ibnu hajar al hafiz,bulughul maram min adhilathil ahkam. Surabaya. Bintang usaha jaya, 2011.
Audah, ‘Abd al-Qâdir, al-Tasyrî’ al-Janâ`î al-`Islâmî. Beirut: Mu’assasah al-Risâlah, 1992.
Abidîn,  Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr. Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-Arabî, 1987.
Al- Jurjani, Ali bin Abu Zahrah, Kitab Al- Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al- Hikmah)
Prof.Drs.H.A.. Fiqih Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam)Jakarta. PT Raja Grafindo Persada, 1997.


[1] Ali bin Abu Zahrah Al- Jurjani, Kitab Al- Ta’rifat, (Jakarta: Dar Al- Hikmah) hal, 176.
[2] Ibrahim Anis, dkk., Al- Mu’jam Al- Wasit, (Mesir: Majma’ Al- Lughah Al- Arabiyyah, 1972), cet. Ke-2, hal 740.
[3] Abd al-Qâdir ‘Audah, al-Tasyrî’ al-Janâ`î al-`Islâmî (Beirut: Mu’assasah al-Risâlah, 1992), vol. 1, 663.
[4] Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., dan Masyrofah, S,Ag., M. Si., Fiqh Jinayah (Jakarta: Paragonatama Suhardi Maret 2013) Hal, 5.

[5] Abdul Qadir Audah, Al- Tasyri’ Al- Jina’i Al- Islami, Hal. 10; Abu Ya’la, Al- Ahkam Al- Sultaniyyah, (Beirut: Dar Al- Kutub Al- Ilmiyyah, 1983) Hal 272-275.
[6] Ibid.
[7] Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., dan Masyrofah, S,Ag., M. Si., Op.Cit, Hal. 7.
[8] Ibid.
[9] Abd al-Qâdir ‘Audah, Op.Cit, Hal. 668.
[10] Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., dan Masyrofah, S,Ag., M. Si., Op.Cit, Hal. 11.
[11] Ibid.
[12] Ibid, Hal.12.
[13] Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag., dan Masyrofah, S,Ag., M. Si., Op.Cit, Hal. 14.
[14] Prof.Drs.H.A.Djazuli, Fiqih Jinayah (upaya menanggulangi kejahatan dalam islam), Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997. Hal.150
[15] Ibid, Hal 151
[16] Ali bin Abu Zahrah Al- Jurjani, Op.Cit, Hal. 180.
[17] Ibid.
[18] Ibid.
[19] Prof.Drs.H.A.Djazuli, Ibid, Hal. 152
[20] Ibid.

0 comments: