Selasa, 10 Maret 2020

FORGET


"Aku tidak mengingat apapun tentang detak detik jam, hanya saja detak jantungku yang meningkat saat hembus angin menghela rambutmu"


Saat itu pukul 22:15 WIB. Dewi belum tertidur. Sebab masalalu merasuki ingatannya. Entah dari mana datangnya. Biasanya Dewi susah tidur, tapi kali ini tidak. Semua bayang-bayangnya tentang masalalu muncul seketika silih berganti.
*Flashback*
"Dewi kau sangat manis pagi ini" Ucap Rangga kakak kelasnya.
"Bisa aja kakak mah, mau ngerayu ya.." jawab Dewi sedikit centil.
"Siapa bilang, emang kenyataannya kamu manis kok" Ujar Rangga kembali kali ini sudah berada di hadapan Dewi.
Oh my god. Betapa berdegup kencang hati Dewi. Ia tersipu malu. Rangga adalah lelaki yang ia kagumi sejak dulu pertama masuk SMP. Pria berhidung sedikit macung itu mampu memikat hati Dewi. Namun rasa itu sangat sulit untuk diutarakan. Dewi juga tidak PD untuk mendekatinya karena Rangga salah satu siswa terkece di SMP tersebut.
"Eh kak Rangga nggak masuk?" Tanya Dewi.
"Nggak guru kami tidak ada. Emmm Dewi sendiri?" Tanya balik Rangga.
"Kami kan lagi mata pelajaran penjas kak hehe" Sambil salah tingkah Dewi menggulung-gulung rambut dijarinya. Ia masih terdipu malu dan gugup.
"Gimana kita makan bareng di kantin?" Ajak Rangga.
"Emang kakak mau?" Seperti tidak percaya Dewi diajak makan sama orang yang ia sukai.
"Kalau Dewi mau, aku yang traktir kok" Jawab Rangga.
"Iya deh kak" sambil mengikuti langkah kaki Rangga menuju kantin yang tidak jauh dari kelas Dewi sendiri.
"Ngomong-ngomong kenapa kamu tidak ikut main volly?" Tanya Rangga.
"Nggak kak soalnya lupa bawa baju olahraga" Jelas Dewi yang sudah mulai bisa beradaptasi dengan partner makannya kali ini.
Memang banyak cowok yang ngajakin Dewi makan. Cuma ia enggan untuk menerimanya. Kali ini ia yang sangat gembila bisa makan dengan orang yang disukainya*
"Hah sudah jam 23:00" ujar Dewi yang tersadar dari nostalgia yang menghipnotisnta. Tidak lama ia terlelap juga.

"Bukan kau kekasih yang aku takuti, tapi kenangan kita saat pertama berjumpa hingga mengantarkan kita pada perpisahan"

***

Pagi yang cerah di akhir pekan yang berkah. Pagi ini Dewi dan ibunya menghadiri kondangan mantan pertamanya. Iya benar sekali, yang hadir tadi malam dipikirannya. Rangga namanya. Pasangan mempelainya juga temannya dulu di SMA bernama Ratih. Tidak heran Dewi sedikit enggan untuk datang. Cuma demi Rangga ia rela datang bersama ibunya.

"Dew, ternyata pasangan temanmu kakak kelas mu itu teman sekelasmu dulu ya?" Tanya ibu sambi menyantap hidangan yang telah tersedia di atas meja.

"Iya bu namanya Ratih" jawab Dewi.

"Pantesan nggak asing wajah mempelai perempuannya" ujar ibu masih dengan melahap hidangan.

Sepintas saja. Perasaan Dewi masih ada. Hanya mungkin takdir berkata lain. Mereka tidak berjodoh. Mereka berpisah karena hal sepele. Hanya karena perbedaan kesukaan warna. Dewi sangat suka warna hitam. Sedangkan Rangga tidak menyukai warna hitam. Sebab itulah mereka putus dan tidak pernah komunikasi lagi.

"Kamu tidak makan Dew?" Tanya ibu sambil memegang tangan Dewi.

"Em tidak bu, aku masih kenyang makan dirumah tadi" elak Dewi. Dewi, selain pandai membodohi teman-temannya dia juga pandai mengelak.

"Iya udah kalau begitu nanti kamu makan di kondangan supupu mu saja" ucap ibu sambil mengelap bibir yang masih menempel banyak minyak.

"Iya bu, ya udah kita pamitannya sekarang aja bu" desak Dewi yang tidak ingin berlama-lama melihat pasangan mempelai itu bahagia.

"Tunggu dulu ibu baru saja sudah makan. Nanti bisa sakit perut ibu dijalan" tolak ibu.

Disela-sela tersebut...

*Flashback*

"Hari ini kamu cantik banget Dew pakai baju ini" puji Rangga terhadap Dewi sebelum pergi keacara perpisahan sekolah.

"Bisa aja kakak mah ngegombal mulu" sipu malu Dewi dihadapan Rangga.

"Hehe ayok naik" ajak Rangga yang sedari tadi masih diatas motornya.

"Siap kak" dengan cepatnya Dewi naik dan sudah duduk dibelakang Rangga.

Mereka selalu pergi bersama. Hingga keacara perpisahan anak kelas 3 SMP. Meski acara tersebut acara anak kelas 3 yang sudah tamat. Dewi tetap mendampingi Rangga. Hingga usai acra, Dewi dan Rangga menghabiskan waktu bersama. Karena Rangga akan balik kampung ke pulau Jawa. Mereka bakal LDR-an.

"Dewi..." kejut ibu yang memecah lamunan Dewi.

"Iya bu ayo" jawab kaget Dewi. Lagi-lagi ingatan itu terlintas.

Entah bagaimana caranya agar Dewi bisa melipakannya. Ingatannya kepada Rangga seperti jailangkung. Ia datang tidak di undang dan pulang tidak di antar.

Sambil berpamitan, Rangga menatap dalam mata Dewi sedalam palung laut. Siapa yang tidak salh tingkah setelah sekian lama tidak berjumpa dengan orang yang dicintainya. Saat bertemu kekasihnya sudah dipelaminan dengan pasangannya.

"Se... selamat ya kak" ucap Dewi sambil menyalami Rangga. Tangannya terasa sejuk ditangan Rangga. Sebaliknya, bagi Dewi tangan Rangga adalah kehangatan yang dinantinya selama ini.

"Iya Dew, semoga kamu juga menemukan jodohmu kelak" Jawab Rangga dengan menarik senyum dibinirnya.

"Selamat ya Rat, kamu sudah menjadi pasangan sah Kak Rangga" ucap Dewi kepada Ratih, teman sekelasnya dulu di SMA.

"Terimakasih sudah datang diresepsi pernikahan kami Dew. Kamu memang teman terbaikku" peluk Ratih.

Benar sekali mereka berdua adalah teman dekat yang pernah melewati masa SMA yang indah bersama. Setelahnya segera Dewi meninggalkan pelaminan itu tanpa menghiraukan ibunya yang masih menyalami mempelai.

"Kamu kenapa Dewi, kok terlihat sedih" si Ibu membuka pintu mobil lalu duduk disebelah Dewi.

"Tidak apa-apa bu hanya haru bahagia saja melihat teman ku dulu sudah mendapatkan pasangan" elak Dewi.

"Ku kira mudah melupakan pelangi yang datangnya sekejap setelah hujan. Ternyata warna warninya membekas di kantung mata dan ingatanku"

***

"Bu aku ke pusat kota dulu ya, ingin menikmati senja di sore hari kelihatannya sangat enak" ucap Dewi meminta izin sama ibunya yang hanya mengangguk.

Sore itu Dewi sendiri duduk di taman pusat Kota Jambi. Sambil mendengar hiruk pikuknya akhir pekan itu ia memandangi patung-patung yang ada di pinggiran jalan kota.

"Hei hei ada apa ini anak gadis menung sendirian di taman. Ntar kerasukan setan loh" suara seorang yang agak ngebas mengagetkan Dewi. Meski Dewi hafal suara itu.

Dia Dewa, sahabatnya sekarang yang datang saat-saat galah sendirian. Seperti jin yang bisa datang seketika dengan mengejutkan.

"Apaansih kamu Wa" sergak Dewi yang merasa kesal dikejutkan sesosok Dewa.

"Ada apasih kok kamu kelihatannya galau banget bet" ucap Dewa yang sudah duduk disamping.

"Itu loh kamu tau kak Rangga kan?" Ujar Dewi dengan nada lemas.

"Owalah iya gua ngerti yang gini-gini. Ga usah cerita" dengan nada agak tinggi. "Eh Dew, aku juga pernah juga berada diposisi mu. Aku tau betapa galaunya." Lanjut Dewa.

*Flashback*

Senja telah menghilang. Rembulan telah bersinar terang. Bersama bintang yang sangat indah. Ditambah saat itu Cintia menelpon nya.

"Wa kamu tau nggak di sini bulannya sangat terang loh" suara lembut terdengar dari seberang telpon Dewa.

"Iya di sini juga terang kok" jawab Dewa.

"Tapi di sini benderangnya beda loh" dengan nada sedikit mendayu.

"Lah emang apa bedanya?" Dewa terlihat agak penasaran.

"Di sini bulannya benderang seperti wajahmu hihi" gelak tawa terdengar di seberang telpon sana.

"Idih kamu udah tau ngegombal ya" cetus Dewa yang kini berpindah tempat duduk.

"Dewa, setelah kuliah mu kita nikah ya" tiba-tiba dengan nada serius Cinta bilang itu ke Dewa.

"Insya allah sayangku. Aku yakin kamu adalah yang terbaik" dengan senang Dewa melepas senyumnya sendiri sambil menatap bulan yang bersinar terang seakan sedang bersenggama dengan cahayanya.

"Jikalau nanti kita menikah aku tidak ingin pesta pernikahan kita mewah" ucap Dewi yang sudah sangat serius mengatakan persoalan pernikahan.

"Iya aku ikut kamu aja sayangku. Asal kita hidup dan membangun bersama rumah tangga yang sakinah mawaddah wa rohmah" jawab Dewa yang menimpali omongan Cintia.

"Ya udah Wa, Umi sudah suruh aku tidur. Aku tutup dulu ya sayang. I Love You. Assalamualaikum" tutup Cintia.

"Iya sayang waalaikumsalam" jawab singkat Dewa.

Sampai beberapa bulan hingga hampir setahun setelah telponan malam itu. Dewa tidak pernah lagi menerima kabar dari Cintia. Terakhir ia menerima kabar dari keponakkannya kalau-kalau Cintia sudah menikah dengan anak seorang kiyai besar di Kuala Tungkal.

"Cinta bukan sekedar kata kasihku. Yang seperti angin berhembus selalu berubah arah."

"Dewa..." sapa Dewi sambil melampai-lambaikan tangannya di depan wajah Dewa, "kamu kenapa sih orang lagi cerita kamu malah menung sendirian ih" Ucap Dewi dengan nada yang sangat tinggi. Terlihat raut wajah Dewi sangat kesal.

"Eh eh iya aku denger kok Dew. Gini deh, gua juga pernah juga mengalami hal yang sama dengan elu. Mencintai tapi tidak jadi menikah. Sudahlah Dew. Galau hanya karena masa yang sudah lewat itu adalah kegoblokkan yang haqiqi" tekan Dewa.

"Emang kamu pikir mudah apa melupakan seseorang?" Bantah Dewi.

"Aku ngerti, kita pernah berada di rasa yang sama namun dengan kisah yang berbeda Dew. Kamu tidak jadi menikah gara-gara berbeda kesukaan warna. Aku tidak jadi menikah gara-gara dia menikah dengan orang lain. Sudahlah jangan tertipu dengan perasaanmu Dew. Lupakan!" Sekarang Dewa berdiri dari tempat duduknya "Jika rasa itu cinta, mengapa hati masih tertipu daya dengan mudah? Jika cinta itu janji, mengapa tuhan tidak menuliskn janji cintanya dalam kitab sucinya? Jika cinta itu kata, mengapa kamu masih berharap pada kata dusta? Jika cinta itu mengingat, mengapa kita selalu khawatir ia minggat? Cinta itu rahasia dan tidak bisa diprediksi maupun direncanakan" Sambil melangkah meninggalkan Dewi yang terdiam mendengar kata-kata terakhir Dewa.

"Jika cinta adalah kebebasan hati untuk merasa. Mengapa anda tidak mencoba masuk kerongga hati?"


0 comments: