Kamis, 12 Maret 2020

Phobic

"Bukan aku pelakunya kekasih, tapi lukamu akan ketidak ikhlasan yang menyebabkan dirimu menghindar"


Dewa sedang berjalan dengan langkah yakin setelah menegur Dewi untuk melupakan kekasih lamanya yang sudah menikah dengan teman SMAnya dulu. Kini ia menyusuri trotoar kota. Menjelang senja Dewa selalu saja pergi ke atas gedung tua yang sudah tidak lagi berfungki. Dari atas itulah ia menyaksikan indahnya sunset yang sedikit berbeda. Dewa sudah berhasil melupakan kekasihnya dahulu. Meski ingatannya ingin kembali tumbuh dan mengisi pikirannya ia sudah bisa mengatasinya senidiri. Hanya saja sekarang ia jadi memiliki kelemahan dalam asmaranisasi. Dewa jadi takut untuk memiliki rasa dengan seorang perempuan apalagi sampai memiliki rasa cinta. Cinta baginya cukuplah untuk semesta dan seisinya. Tidak untuk wanita dan seisinya. Bagaimana mungkin dewa yang sudah sukses melupakan sekarang memiliki ketakutan untuk mencoba hubungan yang baru.

Keesokannya Dewa dengan penuh motivasi dan wajah yang ceria sangat bergembira hati. Karena semalam ia bermimpi sukses dan bisa menaikkan haji kedua orang tuanya. Lalu ia mengamini mimpinya dikala sadar.

"Wa kamu kok senyam senyum sendirian. Lagi kasmaran ya hayooo" cetus Dewi yang tiba-tiba sudah ada dihadapan Dewa.

"Hidih kamu datang kayak jin aja. Munculnya tiba-tiba" ucap Dewa sedikit ketawa. Karena hatinya sedang gembira.

"Hehe eh wa ayo ikut aku" ajak Dewi menyodorkan tangannya yang memegang sebuah kunci motor.

"Kemana? Datang-datang ngajakin pergi" ucap Dewa memalingkan badannya.

"Idiiih tadi senyum-senyum sekarang sensian kayak cewek aja kamu. Aku mau ajak kamu ke Gentala menara baru itu loh" kembali posisi Dewi berada dihadapan Dewa.

"Bosen aku kesana mulu, kayak ga ada tempat wisata lain aja" dengan nada datar Dewa menolak ajakan Dewi.

"Yah terus kemana dong, bosen aku di kampus terus ga ada kerjaan" ucap Dewi yang sedikit kesal karena Dewa menolak ajakannya.

"Gimana ke candi aja? Udah lama kita ga kecandi" ajak balik Dewa yang sekarang kembali senyam senyum sendiri.

"Hmm gimana ya, oke deh kalau begitu" kata sepakat yang dijawab oleh Dewi tanpa negosiasi.

Dewa yang membawa motor dan Dewi berada di lakangnya. Tepatnya dibonceng oleh Dewa. Dalam perjalanan banyak yang dilewati mereka berdua. Hingga singgah di pom bensin yang tidak jauh lagi sampai di candi Muaro Jambi. Mereka kehabisan bensin dalam perjalanan. Untuk tepat sekali mereka singgah di pom bensin itu.

Tidak lama mereka sampai di Candi Muaro Jambi. Sebuah situs sejarah percandian terluas di Indonesia. Bahkan dikabari masih banyak candi yang belum dijumpai dan digali. Mereka berdua kini menuju ke arah peminjaman sepeda.

"Kita catar sepeda satu saja sambil boncengan atau masing-masing?" Tanya Dewa sambil memilih sepeda yang akan dicatarnya.

"Masing-masing aja, nggak enak kalau sepedaan boncengan" jawab Dewi yang juga lagi memilih sepeda.

"Oke" ucap Dewa singkat "Pak saya pakai sepeda ini ya" Dewa langsung menaiki sepeda pilihannya.

Dewa kini sudah tidak terlihat lagi. Dewi kebingungan ingin kemana sebab Dewa tidak mengatakan Candi mana yang haru dikunjungi terlebih dahulu. Barulah setelah ia keliling dan melihat Dewa sedang duduk sambil minum es doger bersama seorang perempuan yang tidak dikenalnya.

"Dewa kamu kok ninggalin aku" kata Dewi ngos ngosan.

"Kamu sih terlalu banyak pilih jadi ya aku tinggalin deh hehe" ucap Dewa cengar cengir.

"Bagi dong, aku haus juga" kata Dewi sambil mengambil paksa es doger yang ada di tangan Dewa.

"Dew perkenalkan ini Arisnawati panggil saja dia wati teman seorganisasiku dulu,cuma sekarang kami sama-sama jarang akti" Dewa berpindah tempat duduk agar Dewi bisa bersalaman dengan Arisna.

"Aku Dewi teman Dewa dari kecil" sahut Dewi yang menyulurkan tangannya.

"Aku Arisnawati" jawab singkat Arisna sambil menyambut tangan Dewi yang terasa dingin ditangannya.

"Aku tidak tahu kapan kita berkenalan, aku juga tidak tahu kapan kita mulai dekat. Yang jelas cinta itu ada sebelun kata 'sejak' itu ada"

***

Sekarang mereka bedua. Tidak tahu menahu Arisna dan Dewi jadi sangat akrab. Hingga akhirnya mereka ngontrak berdua.

"Dew menurutmu Dewa itu gimana sih?" Tanya Arisna sambil mengunyah gorengan yang mereka beli.

"Menurutku dia unik dan agak nyentrik sih soalnya dia suka buat-buat puisi gitu" jawab Dewi.

"Jujur aku sudah setahun mengenalnya, sekarang entahlah aku nyaman saat ada dia Dew" ujar Arisna yang sudah sangat serius curhat ke Dewi.

"Kalau kamu suka, tunjukin dan perhatian sama dia jangan cuma sekedar kata" Dewi memberikan motivasi dan beberapa nasehat percintaan. Semisal ia sudah berpengalaman dalam hal rasa meski gagal.

"Kamu mau bantu aku Dew untuk menjalani hubungan serius dengannya?" Arisna memegang memohon kepada Dewi agar mau membantunya.

"Mau sih tapi ada syaratnya" ucap Dewi menyipitkan matanya.

"Apaan kayak nikah aja pakai persyaratan-persyaratan segala" sentil Arisna.

"Kamu tidak boleh menyakiti hatinya dan jangan buat diakecewa" ucap Dewi juga dengan menunjukkan ekspresi serius. Sepertinya Dewi faham betul keadaan hati Dewa. Sebab Dewa sudah pernah mengalami manis pahitnya cinta yang dijalaninya.

"Baiklah aku janji tidak akan menyakitinya" tanggap Arisna dengan cepat dan tanpa ragu. Seperti para pencoblos saat pemilu yang langsung menentukan pilihannya.

Tak berapa lama dan tidak membutuhkan waktu berbulan-bukan Arisna sudah begitu dekat dengan Dewa. Sampai pada suatu malam di sebuah caffe. Dewa bersama Arisna Dinner. Iya, makan bersama. Moment itu adalah momen yang sangat indah bagi Arisna. Namun sudah hampir dua jam mereka di caffe itu tidak ada satu kata pun dari kata yang ditunggu Arisna. Yakni I LOVE YOU dari mulu Dewa.

"Dewa" panggil Arisna menggenggam tangan Dewa "jika kamu malu mengungkapkan rasa bilang. Aku juga suka sama kamu" lanjut Arisna dengan PD dan yakin kalau Dewa juga akan mencintainya.

"Maksudnya?" Dewa menatap mata Arisna yang terlihat indah seperti pelangi yang lengkungnya sempurna.

"Iya aku suka sama kamu dan aku cinta Wa. Aku sudah tidak sanggup menahan rasa ini. Aku akan terima kamu jadi pacar aku" cetus Arisna yang membuat Dewa menyemprotkan minumannya.

"Wati maaf sebelumnya. Aku memang pernah ada rasa denganmu waktu pertama dulu kita dekat di Candi Muaro Jambi. Tapi aku taku, kalau-kalau kamu juga sama seperti mantan-mantanku dulu" Dewa mencoba menjelaskan perasaannya yang sebenarnya ada namun ia menganggapnya tiada.

"Mengapa kamu harus taku? Aku bukanlah wanita yang sama dengan wanitamu dahulu Dewa. Percayalah aku akan selalu ada buat kamu" coba Arisna untuk merayu agar Dewa mau menjalani hubungan spesial dengannya.

"Tidak Arisna. Sepertinya aku tidak tertarik lagi dengan permainan rasa. Aku takut untuk membenihkan kembali rasa yang sama dihatiku dengan hati yang berbeda" lagi-lagi Dewa bertekad keras untuk menolaknya.

*Flashback*

Sebuah rumah makan mewah tempat Dewa dan Zahra makan bersama.

"Iya aku mau jadi pacar kamu wa" jawab Zahra yang menjawab segala pertanyaan yang disimpan oleh segenap hati Dewa.

Dewa senang dan bahagia bukan main. Hingga mulutnya tidak sanggup ingin mengucapkan rayuan apa yang pantas untuk ucapan terimakasihnya.

"Syukurlah Zahra. Jika kamu memang mencntaiku aku pun akan menjagamu" ucap Dewa menyuapi Zahra.

Malam itu menjadi malam yang indah baginya. Dimana hari pertama Dewa menjalin kasih dan mengikat hati lagi kepada kaum hawa. Kekasih barunya ini terlihat berbeda dari mantan sebelumnya. Tidak seperti Cintia yang selalu mengumbar janji. Dewa yakin kalau Zahra bisa menjaga hatinya.

TIDAK... ternyata hubungan mereka berdua tidaj berjalan lama. Hanya berjalan tiga hari. Mereka putus disebabkan ada perkataan Dewa yang tidak disukai Zahra. Menurut Dewa kata-kata hanyalah bayangan namun kenapa Zahra bisa memutuskan hubungannya hanya karena bayangan tersebut hilang. Benar-benar tidak percaya. Barulah dua hari yang lalu Zahra menerima cintanya. Sekarang Zahra pula yang membuang cintanya.

Lamunan Dewa pecah saat Arisna melepas genggamannya. Dewa masih takut dengan hubungan demikian. Menurutnya jika jodoh pasti akan kembali setelah ombak cintanya ditepis batu karang ketakutan. Maka sejak malam itu Dewa tidak ingin bertemu lagi dengan Arisna. Sebaliknya Arisna menghilang entah kemana perginya. WhatsApp dan Instagram semua diblokir. Tidak ada akses komunikasi baik lagi. Dewa juga tidak menyangka mengapa hanya karena ia tidak ingin menjalin hubungan Arisna memblokir semua komunikasinya. Haruskah cinta direalisasikan dalam hubungan? Haruskah cinta diikat lalu memenjarakan kebebasan hati dalam merindu? Dewa tidak mengerti jalan dan garis jalan hidupnya. Kearah mana dan dimana tujuan hidupnya.


"Cinta tidak perlu diikat kekasihku, sebab engkau akan terpaksa melakukan sesuatu. Cinta juga tidak perlu dijanjikan kekasihku, sebab engkau tidak akan menikmati kebebasan mencintai. Kekasihmu bukan hanya manusia tetapi juga semesta"

0 comments: