Kamis, 30 Januari 2020

SENANDUNG JOLO HATI

"Semua orang telah menganggap ku gila kekasih. Disebabkan cintaku padamu, aku selalu menari seakan mendengar engkau bersenandung merdu"

 

 


Banyak orang merasakan cinta tapi hanya sedikit bisa mereka lihat. Bahwa cinta hanya dipandang pada suatu ikatan yang dianggap abadi. Buka soal ikatan bukan soal pernikahan bukan juga soal pacar-pacaran. Ini rasa yang sulit untuk dipresentasekan. Begitulah mutiara yang dibuat oleh Dewa untuk Dewi. Entah mengapa sejak berkenalan dengan Dewi seolah ia menjadi penyair yang arif lagi bijak. Dengan memandangi sore yang ditaburi indahnya senja tersebut. Seperti kutipan tadi, Dewa seakan menjadi gila dan menjadi penyair dadakan. Lantas dimana-mana ia melihat wajah Dewi yang manis itu. Dewa merindukan Dewi yang sejak dua tahun terakhir tidak lagi pernah berkomunikasi satu sama lain. Semua disebabkan seorang lelaki yang berna Sastro. Seorang pria dari pulau jawa, telah mengalahkan Dewa yang berjawa melayu. 
Dewi menikah dengan Sastro. Wajar saja Dewa menjadi gila, semua disebabkan satu peristiwa tersebut. Menurutnya, cinta yang diikat itu terlalu kecil dan sangat terpaksa. Mereka mencintai disebabkan terikat sedangkan mengikat yang tak terikat itu sangatlah sulit. Dewa selalu menghabiskan hari-harinya di tepian sungai sambil memandangi senja. Baginya Dewi menjelma menjadi senja setelah pergi meninggalkannya bersama Sastro. Diliriknya matahari yang sudah setengah tersebut, semakin ia mendalami rasanya kepada Dewi. 
"Andai saja engkau tidak menikah, aku pasti akan menemuimu. Andai saja engkau memberi kabar, aku pasti mencegah pernikahanmu segera." Tutur hati Dewa yang menghela nafass panjang.
"Wa... sudah maghrib jangan di tepian sungai terus, sana mandi!" Suruh ibu Dewa.
"Iya bu aku akan mandi segera" Lantang Dewa.
Berlalunya waktu akhirnya Dewa beranjak dari tepian sungai kembali kerumahnya. Seperti biasa setelah Maghrib pasti Dewa membaca kitab sucinya dan berfikir tentang makna per makna yang telah dibacanya. Bukan karena ia sangat agamis, akan tetapi ia ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan di dalam benaknya. seperti 'mengapa ia bisa jatuh cinta?', 'bagaimana pertemuannya dengan tuhan pertama kalinya?' dan pertanyaan-pertanyaan lainnya termasuk "apakah tuhan memiliki masalalu?'. Pertanyaan-pertanyaan aneh memang selalu muncul dihati Dewa. Mungkin karena kebanyakan berpikir. 

"Karena senjalah siang dan malam bisa menyaksikan bersama indahnya, Karena cintalah aku dan kamu bisa melihat bersama sejarahnya"


Hari-hari berlalu, dari pekerjaan hingga dunia akdemisnya kembali merosot. Entah mengapa, Dewa tidak pernah lagi mengingatnya. Akan tetapi, setiap wanita yang dipandangnya selalu mengingatkannya kepada Dewi. Bahkan  Dewa telah menanamkan rasa benci kepada Dewi karena ia telah berkhianat dan pergi tanpa menepati janji setianya. 
"Dewa aku pernah mendengar kisah tentang mu, katanya kamu tidak mau menikahnya? mengapa demikian" Tanya Thaha, teman sekelasnya di sekolah yang sedari tadi telah duduk disamping Dewa.
"Hahaha ia sih soalnya kan nggak ada yang tahu, jodoh dulu atau maut dulu yang menjemput" Jawab Dewa enteng.
"Tapi menikah itukan artinya menyempurnakan iman" Sanggah Thaha kembali.
"Jika menikah atas dasar cinta ya sempurna imannya, tapi menurutku itu loh cinta yang hanya dibatasi pada persoalan pernikahan saja itu sangat kecil, sedangkan cintaku lebih besar dari pernikahan itu" Jelas Dewa.
"Aku bingung dengan jawabanmu Wa"
"Ya karena kalau membahas pernikahan ya arahnya pasti cinta, dan kau bertanya mengapa aku tidak menikah? aku tidak bisa menjelaskannya. akan menjadi rancu penjelasanku kalau tentang itu Tha" Potong Dewa.
Akhirnya Thaha hanya diam saja. Karena sepanjang apa pun Dewa menjelaskannya kepada Thaha, Thaha pasti tidak akan bisa mengerti jika tidak tahu sejarahnya. Seperti para pemuka agama yang menyuarakan khilafah sepanjang apa pun mereka mendebatkan pancasila tidak akan mengerti jika tidak tahu sejarah khilafah dan pancasila tersebut.

"Aku ditantang melupakanmu, ku jawab aku bisa melupakanmu. Namun aku tidak bisa melupakan sejarah, cinta, dan harapan. Melupakan sejarah akan mengasingkan diriku sendiri, melupakan cinta akan menyiksa diriku sendiri, melupakan harapan akan membuat aku mati"


Dahulu Dewa selalu menulis cerita-cerita pendek, yang mengisahkan imajinasinya. Tapi sejak ia mengenal Dewi semua berubah menjadi sebuta bait-bait yang bersyair pada sememsta. Semua tentang imajinya menjadi tentang harapannya. Tapi, seketika Dewa dilukai Dewi. Sekarang, bait per baitnya menyairkan tentang cintanya. Sejatinya Dewa telah menemukan cintanya diwadah yang berbeda. Dewa telah menemukan yang ia cari, lalu meninggalkan yang telah menyakiti.


0 comments: