Kamis, 25 Mei 2023

Pesan Ke-19


Malam ini indah ya. Rembulan bersinar lembut dan menembus celah-celah daun. Membias remang saat menembus kaca jendelaku. Aku tak ingin malam ini berakhir begitu saja. Seolah ingin selamanya ku hentikan waktu. Kakiku mulai sejuk, karena angin malam yang terus membelainya. Namun ku biarkan saja mereka bermesraan. Sunyinya malam tak dapat ku bubarkan. Karena di sana ada imajinasiku yang ku bentang luas seluas semesta. Harapan tentu saja pasti ada. Ia hadir seperti kunang-kunang yang sekestika datang entah dari mana arah kedatangannya. Aku berharap tidak tau soal itu. Tetapi bintang-bintang bersuara merdu, memberitahukan bahwa kamu telah hadir dalam hidupku. 

Awalnya aku tidak percaya sama sekali kalau cinta itu nyata di dalam dada. Sebab aku meyakini cinta itu tertanam di dalam hati. Ternyata aku salah dalam beranggapan. Cinta bersemayam di dalam jiwa yang suci. Ia duduk tenang sambil memilih dan memilah rindu mana yang tepat untuk disajikan pada aku yang sedang bersedih. Kesedihan ini bukanlah akibat kekecewaan yang telah mengiris hati. Tapi disebabkan oleh ketiadaan dirimu yang membuatku resah dan semakin gelisah. Sedih yang mengalirkan air mata ke bumi yang tak tahu apakah sebelumnya mereka sudah berjanji atau belum. Namun demikianlah adanya. Baik aku atau siapa pun tidak akan tau apa yang telah disampaikan air mata itu ke bumi. Aku tidak berharap banyak untuk mengetahuinya. Tapi aku berharap dari tetesan air mata itu akan tumbuh benih cinta di hatimu.

Duhai malam, dapatkah kau mengendalikan diriku. Aku terbang di antara bintang-bintang yang terang benderang. Yang cahayanya tak dapat ku hitung berapa kecepatan yang dibutuhkan untuk sampai ke mataku yang buta ini. Aku telah membuang jam tanganku untuk itu. Sebab waktu bagiku bukan hanya detik yang berputar di jam tangan maupun jam dinding. Waktu bagiku adalah sebuah ruang yang tak akan dimengerti siapa pun. Seperti kecepatan cahaya bintang yang sampai ke mataku. Ia menyentuhnya dengan lembut, lalu keluarlah peri yang cantik mengelilingiku. "sedang apa?" tanya peri-peri cantik itu. Aku tidak percaya mereka ada tepat di depan mataku. Tapi itulah kenyataannya. Mereka mengajakku untuk berkeliling hutan. Membelai rumput-rumput seperti angin meniupkan daunnya. Memetik bunga yang tetap harum setelah aku pisahkan dengan batangnya. Aksara yang kini terukir diantara rasa sedih dan gembira sudah seperti nebula yang mengelilingi kepalaku. Tak satu nebula pun yang tak ku sapa. Mereka bercerita tentang lorong kosong. Manusia tidak akan mampu menggapai lorong tersebut.

Kemudian aku pulang kerumah. Tampak indah tempat tidurku yang telah dihiasi dengan bunga-bunga. Harumnya yang semerbak tak lagi ku hiraukan karena kenyamanan yang aku rasakan saat berbaring di sana. Aku berharap, kamu ada di sisiku pada waktu yang bersaman. Lalu kita bercumbu sambil merayu-rayu sunyi untuk ikut membungkam malam. Tapi malam malah protes pada kita berdua. Katanya ia ingin ikut bersenggama dengan sunyi. Karena telah lama mereka pecah karena siang tak kunjung senja. Hingga akhirnya kita tertidur pulas di malam yang sunyi. Hanya merekalah yang menjadi saksi betapa aku dan kamu telah menyatukan hati.

Teruntuk kamu, jangan pernah bosan menghadapiku. Aku adalah renjanamu yang bebas kau ekspresikan dalam setiap diksi, puisi bahkan dongeng pengantar tidurmu. Aku berharap kita berkumpul kembali bersama nebula yang indah. Nanti aku gantungkan harapanku di sana dan kau juga harus demikian. Setelahnya kita ayunkan untuk membiarkan harapan itu mengayun tertiup angin. Kau mungkin suatu saat merindukanku. Beberapa detik suaraku yang mendarat di telingamu akan membuatmu kegirangan bahagia. Dan kau mengulanginya beberapa kali hingga kau lupa itu hanya suaraku, bukan diriku. 

Pada akhirnya kita akan kembali menghantam langit dengan awan hitam. Menggoyangkan keimanan hanya demi suatu kepercayaan. Namun siapa sangka, suatu saat kita akan mewarnai langit dengan cerahnya sinar mentari. Pagi akan tiba kekasih. Itu dia mentari yang kita tunggu, hadirnya yang tidak disadari itu akan kita beri penghargaan berupa telaga kautsar yang abadi. Kita akan menatap langit bersama, kau menggenggam tanganku. Pun aku juga akan demikian. Lalu bersama melangkah menuju satu tempat yang sama. Yang orang-orang bilang namanya surga. 

0 comments: